Rabu, 11 Januari 2017

Kekristenan dan Fanatisme Agama


Gejala-gejala hingga aksi fanatisme agama telah tampak nyata di Indonesia. Fanatisme beragama terwujud dalam kebencian terhadap perbedaan. Kata-kata makian hingga ancaman keluar begitu saja demi membela agama. Aksi teror mengatasnamakan agamapun hadir hingga merenggut nyawa manusia.

Fanatisme beragama ini semakin terlihat ketika dan setelah isu penistaan agama yang dilakukan gubernur Jakarta. Mereka mengatasnamakan kebhinekaan dan persatuan NKRI. Walaupun demikian, rasa benci terhadap yang berbeda identitas tidak bisa disembunyikan.

Yang menarik setelah berbagai fenomena yang tampak di permukaan, berbagai reaksi pula hadir dari berbagai kalangan termasuk kalangan kristen. Saya yang tinggal dalam lingkungan sekolah teologi melihat upaya penyuaraan terhadap keberagaman. Parade budaya dari beragam latar belakang etnis ditampilkan pada acara desa di daerah kami.

Reaksi pula muncul dari tokoh-tokoh agama. Ada yang jarang menulis status di FB atau Twitter mengenai realitas sosio-politik di Indonesia tiba-tiba menyuarakan keberpihakannya. Padahal biasanya hanya menulis ajaran-ajaran moral ataupun kata-kata motivasi yang selalu tak kugubris.

Di samping dampak yang buruk oleh fanatisme agama ini, adapula dampak baik yang dapat di petik. Ada yang dulunya mungkin tidak mau tahu terhadap kondisi sosio-politik di Indonesia dipaksa harus tahu. Ada yang dulunya mencoba netral dipaksa untuk berpihak - sekalipun yang terlihat hanya berpihak pada Ahok -. Semua ini terjadi karena permasalahan diberitakan di televisi dapat juga dialami kapan saja dan oleh siapa saja. Bisa saja aksi pemboman terjadi di Malang tidak di Samarinda, demikian juga dengan pelarangan ibadah ataupun pemboikotan makanan hingga anti sana dan sini.

Jika melihat reaksi dari kalangan kristen maka suara-suara yang dikumandangkan lebih banyak menyangkut penerimaan terhadap perbedaan. Akar masalah yang terjadi disini bisa jadi hanya mengenai isu ajaran agama yang keliru. Ajaran agama yang menjadi bibit fanatisme ini harus dilawan dengan ajaran lain yang lebih terbuka terhadap perbedaan.

Bibit fanatisme yang timbul dari ajaran agama yang keliru tentu bisa saja diterima. Namun tidak bisa juga dipungkiri, fanatisme agama yang dapat berwujud aksi terorisme diawali juga dari ketidakpuasan kondisi ekonomi-politik yang ada di Indonesia bahkan dunia.

Ketidakpuasan terhadap tatanan ekonomi-politik yang ada di Indonesia dapat menjadi lahan yang subur bagi bibit fanatisme agama. Kondisi kesenjangan ekonomi yang tidak dapat dipungkiri, perampasan tanah demi infrastruktur dan industrialisasi yang terjadi, rumah-rumah orang miskin yang digusur hingga politik oligarki yang menjadi permasalahan negeri tampak nyata di depan mata.

Hal ini terlihat oleh aksi Rachmawati Soekarnoputri dan juga kawan-kawan lainnya yang ditangkap akibat isu makar, mereka mengambil celah ini. Mereka kemudian ingin memberikan alternatif melalui kembali pada UUD 1945 yang asli. Adapula yang ingin memberikan alternatif dengan mendirikan negara Islam seturut dengan syariat Islam.

Melihat ini tentunya dengan berbagai ajaran dan aksi fanatisme yang terjadi tidak sepenuhnya akibat ajaran agama yang keliru. Ajaran agama yang keliru itu adalah bagian dari elemen lainnya, yakni ketidakpuasan terhadap ekonomi-politik yang ada. Permasalahan itu nyata dan banyak yang menderita akibatnya.


Yang patut di tunggu adalah bagaimana reaksi kristen terhadap faktor ekopol tersebut. Jika hanya mengangkat isu mengenai kebhinekaan, keharmonisan, pluralisme bisa jadi hanya aksi-aksi reaktif yang akan selalu kita temui dan saksikan dari kalangan kristen.   

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery