Minggu, 01 Januari 2017

Pertentangan Paulus dengan Kaisar


Disamping kontribusinya yang banyak dalam penulisan kitab-kitab Perjanjian Baru, Paulus juga banyak memberikan inspirasi bagi pergerakan misi. Berdasarkan surat-suratnya dan juga kisah tentangnya, banyak orang ingin mempelajari strategi, metode hingga praktek bermisi ala Paulus.

Sekalipun begitu, teladan misi yang dipungut seringkali hanya sekisaran pertambahan jemaat, pemberitaan Injil, praktek apologetik namun jarang yang melihat aspek politis apalagi melalui pertentangannya dengan kekuasaan atau pemerintahan.

Kaitan antara ajaran Paulus dan pemerintah biasanya hanya berdasarkan Roma 13:1 yang menjadi ayat favorit utuk menjawab etika politik kristen: "Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah."

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perintah tersebut, tetapi jika itu melegitimasi untuk diam di tengah kenyataan pemerintahan yang tidak adil, maka tentunya harus dipertimbangkan ulang. 

Antara Stoa, Epikurus dan gerakan kaum Zelot

Di tengah konteks kehidupan yang dihadapi Paulus ada dua ekstrim sikap terhadap pemerintah. Sikap yang pertama adalah melakukan perlawanan melalui tindakan radikal. Mereka ini adalah kaum Zelot. Mereka akan melakukan apapun untuk merebut kekuasaan, baik itu dengan aksi kekerasan dan terorisme. Yang kedua adalah gerakan menarik diri ala Stoa dan Epikurus. Mereka bersikap apolitis, membenci bahkan menjauhi masyarakat. Pemerintahan bagi mereka adalah hal yang kotor dan duniawi sehingga harus dihindari.

Di tengah kedua ekstrem tersebut hadirlah tulisan Roma 13:1. Paulus menyatakan bahwa pemerintahan bukanlah sesuatu yang kotor dan harus dijauhi, pemerintah itu berasal dari Allah. penyataan Paulus itu sangat mungkin ditujukan kepada mereka yang terjangkit ajaran Stoa dan Epikurus. Taat kepada pemerintah bukanlah hal kejahatan, karena pemerintahanpun berasal dari Allah.

Namun di sisi lain, di tengah pemberhalaan kepada Kaisar pada zamannya, Paulus juga memberikan perlawanan. Yesus Kristus yang diberitakan itu berdimensi konfrontatif terhadap  tatanan pemerintahan yang ada.

Pemberitaan Yesus

Yesus adalah yang diurapi, dia sebagai mesias yang menjadi paket khotbah dalam misi Paulus. Pemberitaannya ini mengandung bahaya karena istilah ini memiliki konotasi politis: Dia akan menjadi raja dan penguasa.

Kematiannya tidaklah membuktikan pergerakannya gagal. Ia adalah Tuhan yang bangkit dan berotoritas yang patut ditaati, entah itu orang Yahudi, Yunani atau Romawi.

Hal ini tentunya bertentangan dengan kultus kaisar. Eckhard Schnabel, dalam buku Rasul Paulus sang Misionaris, menuliskan bahwa semua orang di daerah jajahannya diwajibkan ikut dalam penyembahan kepada Kaisar. Ia juga menggambarkan perayaan tahunan yang dilakukan untuk menghormati kaisar, namun Paulus mengharapkan jemaat di Korintus untuk tidak menghadiri pesta tersebut (1 Kor. 8:4-6; 10:21).

Selain itu juga ia menyerang legitimasi keputusan pemerintahan Romawi ketika menyatakan kebangkitan Yesus. penegasan bahwa kematiannya di kayu salib adalah rencana keselamatan Allah dimaknai sebagai Pilatus alat Allah. Jika Yesus adalah juruselamat seharusnya penguasa Romawi di provinsi Yudea tidak menyalibkan Dia.

Ada pula pemberitaan Yesus yang disalibkan, bangkit dan dinantikan bertentangan dengan tatanan kota karena struktur egaliternya, tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan. Dengan tatanan hirearkis yang menekankan keallahan sang Kaisar dan anggota keluarga kaisar maka iman dan ketaatan kepada Yesus yang disalibkan adalah kriminal.

Melihat hal ini, Paulus tentunya tidak mengajarkan bahwa kita harus pasif di tengah kelaliman dan ketidakadilan pemerintah. Yesus yang diberitakannya juga melawan tatanan hidup yang tak seimbang. 

Melihat pemerintahan yang tidak adil juga menuntut kita bertanya, seperti yang Petrus dan Yohanes tanyakan, “mana yang benar: taat kepada manusia atau kepada Allah?”. Ketika kita coba tarik sedikit dalam konteks kita, melihat para petani direnggut tanahnya, orang miskin digusur, pelanggaran HAM diabaikan, kekayaan yang dimonopoli segelintir orang apakah ini sudah melawan ketetapan Allah atau justru kita berdalih ini hanya sekadar perspektif?


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery