Ekspresi kebencian dapat ditemui di keseharian. Melihat berita
di tv, membaca koran, berselancar di media sosial, hingga relasi keseharian
dapat tampak wajah kebencian yang biasa dipertotonkan. Kebencian terhadap
agama, suku, ras dan antar golongan bisa dipicu hanya akibat perbedaan. Kata-kata
makian hingga tindakan kekerasan merupakan ekspresi yang terlihat.
Biasa juga dikabarkan orang-orang mengerumuni pencuri hanya
untuk berlomba untuk menghadiahi pukulan. Di keseharianpun terkadang hal sepele bisa memicu
kebencian, masalah pinjam-meminjam bolpen hingga meminta kertas untuk mencetak
tugas dapat memicu sumpah serapah ketika di bangku kuliah.
Kebencian itu mudah ditemukan dan bisa hadir kepada siapa
saja. namun, kebencian itu menguras waktu, pikiran dan tenaga. Yesus mengajar
tentang berdamailah dengan saudara sebelum melakukan ritual ibadah di dalam Matius
5:23-24:
“Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di
atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu
terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah
berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan
persembahanmu itu.”
Berdamai dengan saudara adalah lingkaran orang-orang dekat, tetapi Yesus memberi teladan juga untuk berdamai dengan siapapun bahkan dengan
orang-orang yang tidak dikenal dan membenci kita. Ketika Yesus disalib ia dapat berdamai dengan
orang-orang yang mengutuk, mengadili hingga yang menghujam paku di tangan dan
kakinya. Yesus mengampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang
diperbuatnya.
Gus Mus yang belum lama ini diberitakan di cerca di media
sosial pun telah meneladankan untuk berdamai dengan orang yang mencercanya. Kebencian
memang mudah timbul di tengah harga diri yang begitu tinggi. Harga diri bisa
dibalut dengan agama, suku, ras dan antar golongan atau kepentingan-kepentingan
untuk melegitimasi kebencian.
Yesus hadir ke dunia dengan mengosongkan dirinya agar
menjadi sama seperti manusia. Yesus tidak hanya merendahkan diri tetapi
meniadakan dirinya untuk menunjukkan kasihnya dan solidaritasnya kepada
manusia yang menderita akibat dosa. Di tengah duniapun ia meleburkan dirinya
dengan orang-orang yang paling hina dan terpinggirkan. Yesus meleburkan diri
dengan orang Samaria, pemungut cukai, pelacur, penyakit kusta, orang-orang
miskin dengan cara hidup bersama mereka, merasakan apa yang mereka rasakan dan
berada dipihak mereka.
Melalui peleburan diri dengan mereka yang paling hina dan
terpinggirkan, kebencian yang berbuah dari benih harga diri yang tinggi tidak
akan bertumbuh subur. Ia seperti ditanam di tanah yang kering. Kitapun tidak lagi
disibukkan oleh masalah-masalah sepele yang bisa menghabiskan waktu sebagian
hidup kita akibat rasa benci.
0 komentar:
Posting Komentar