Mengasihi sesama manusia tentu itu ada di setiap
ajaran agama. Dalam ajaran kristen, perintah itu merupakan perintah utama yang
merupakan inti dari hukum taurat. “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu... kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, kata Yesus untuk menjawab pertanyaan
ahli Taurat mengenai perintah yang paling utama.
Perintah mengasihi sesama manusia ini sendiri telah
diteladani Yesus melalui kehidupannya. Yesus mengasihi terutama bagi mereka
yang berdosa, miskin dan terpinggirkan. Yesus mengasihi mereka yang berbeda
agama dan suku yang seringkali menjadi tembok pemisah sosial di dalam
masyarakat. Yesus mengasihi tanpa memandang SARA.
Ajaran kasih itu pula hadir di setiap tulisan
pastoral Paulus kepada jemaat-jemaat yang tersebar di berbagai tempat. Namun
yang menariknya ada kalimat di salah satu surat Paulus mengenai perbuatan baik
terhadap semua orang tetapi diutamakan kepada kawan-kawan yang seiman (Gal.
6:10).
Di dalam tradisi teologi kristen ada yang
mengajarkan untuk mengutamakan mereka yang miskin dan terpinggirkan untuk
menyalurkan kasih. Teologi ini biasanya lahir di tengah konteks ketidakadilan
sosial yang sebagian besar ada di dunia ketiga ataupun bagian Selatan.
Teolog-teolog dan pemuka agama menyuarakan suara mereka yang tidak didengar
untuk memperjuangkan keadilan layaknya para nabi. Kritik profetis ditujukan
kepada mereka yang berkuasa dan yang melanggengkan penindasan.
Kegaduhan
politik
Di tengah kegaduhan politik di Jakarta menjelang
pemilihan gubernur, kegaduhan semakin menguat ketika Ahok terlibat kasus
penistaan agama apalagi ia telah ditetapkan sebagai tersangka. Berbagai respon
masyarakat bermunculan, entah itu yang mendukung ataupun bersimpati kepada Ahok
hingga yang ingin secepatnya memenjarakan Ahok.
Kegaduhan politik di Jakarta ini meredam berbagai
suara-suara lain yang terjadi di Indonesia. Kasus mengenai penangkapan para
aktivis di Papua dan para petani yang dirampas tanahnya oleh negara kalah seksi
dibandingkan kasus Ahok. Padahal mereka inilah mewakili suara-suara yang
ditindas dan terpinggirkan.
Identitas Ahok yang beragama kristen memang
seringkali menjadi pijakan keberpihakan orang-orang kristen. Hal ini tampak
dari dukungannya di media sosial yang menyandingkannya dengan Yusuf bahkan
Yesus sendiri. Ahok dianggap orang benar yang mengalami derita karena imannya.
Apalagi dengan ajaran Paulus untuk mengutamakan orang-orang beriman, semakin
kuatlah pegangan orang kristen untuk mengutamakan Ahok.
Mengenai
iman
Iman diberikan Allah kepada manusia itu merupakan
anugrah Allah bukan karena perbuatan manusia. Sebagian besar tradisi teologi
kristen tentunya meyakini ini. Namun, iman itu sendiri tidak berwujud materi,
manusia yang dianugrahkan Allah iman hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Di
dalam pengetahuan Allah yang kekal,
Allah telah mengenal dan mengetahui umat
pilihanNya di segala tempat dan di sepanjang zaman, tetapi bagi manusia itu
merupakan misteri.
Manusia dapat salah menilai terhadap iman orang
lain. Orang yang dulunya rajin ibadah, rutin mengikuti kegiatan agama, namun
ternyata dapat meninggalkan imanya, seperti kisah Himeneus dan Filetus dalam
surat Paulus kepada Timotius.
Penilaian yang salah terhadap orang lainpun mungkin
terhadap diri sendiri. Perasaan, pikiran dan kehendak manusia sudah tercemar
oleh dosa dan rentan akan salah. Yesus pernah memberikan perumpamaan mengenai
hari terakhir, mereka yang tidak masuk dalam sorga terkejut ketika di
penghakiman terakhir karena mereka telah bernubuat, mengusir setan hingga
melakukan banyak mujizat demi Tuhan tetapi tetap ditolak (Mat. 7:22).
Iman tidak hanya di terwujud melalui kata namun juga
melalui perbuatan. noticia (pengertian/pengetahuan), asensus (persetujuan) dan fiducia (ketaatan kepada kebenaran)
tidak bisa terpisah untuk menggambarkan pengertian iman. Iman tanpa perbuatan
pada dasarnya mati seperti dituliskan dalam surat Yakobus.
Iman dinyatakan melalui perbuatan telah diajarkan
oleh Yesus melalui keberpihakannya kepada orang miskin, terpinggirkan dan
tertindas. Ketika Yesus ditanya oleh ahli Taurat tentang siapakah sesama
manusia, Yesus menceritakan kisah orang Samaria yang murah hati.
Orang Samaria di
zaman itu menyimbolkan orang yang terpinggirkan dan tertindas dalam konteks
agama, sosial, politik. Sesama manusia justru ditujukan kepada orang Samaria,
bukan orang lewi ataupun imam yang digambarkan Yesus tidak peduli terhadap
penderitaan sesama manusia.
Beriman tidak hanya melalui kata namun juga
perbuatan. Perlawanan teman-teman di Papua terhadap berbagai pelanggaran HAM,
perlawanan para petani terhadap perampasan tanah di desa Sukamulya merupakan
wujud peminggiran dan penindasan yang terjadi sekarang ini. Perlawanan mereka
bukti tindakan yang sesuai dengan hukum moral Allah. Allah membenci penindasan
dan peminggiran yang merupakan antetesis dari mengasihi sesama manusia.
Penilaian iman yang benar setidaknya telah ada dalam
perlawanan teman-teman Papua dan para petani di Sukamulya. Mereka dapat
mewakili ‘kawan-kawan beriman’ yang diistilahkan Paulus yang perlu diutamakan
seperti ajaran Yesus. Hingar bingar politik Jakarta yang menguat setelah kasus
Ahok setidaknya tidak membuat orang kristenpun hanya jatuh pada keberpihakan
identitas namun lupa dengan mereka yang terpinggirkan dan tertindas.
0 komentar:
Posting Komentar