Di tengah konteks pluralitas agama di Indonesia tidak jarang terjadi konflik antar agama. Penutupan rumah ibadah, pembakaran masjid dan gereja, pengusiran orang yang memiliki kepercayaan lain adalah contoh akibat dari konflik tersebut.
Usaha-usaha dilakukanpun muncul untuk menghindari, meminimalisir hingga menghilangkan konflik. Salah satu yang dilakukan melalui dialog antar agama.
Istilah dialog antar agama ini sempat menjadi istilah yang “haram” bagi sebagian aliran kristen. Dialog dianggap telah mengorbankan keunikan ajaran kristen disebabkan tokoh dialog antar agama yang terkenal dari golongan pluralis.
Dialog identik dengan pencarian kebenaran yang dapat ditemukan dalam masing-masing agama. Setiap agama memiliki kebenaran dan jalan keselamatannya masing-masing. Yesus adalah jalan kebenaran bagi umat kristen, taurat bagi umat Yahudi dan Al-Quran bagi umat Islam, bersama saling mencerahkan dan merefleksikan hingga berjalan lebih jauh menuntun pada keadilan.
Dialog dihindarkan tetapi mau tidak mau ditengah konteks keberagaman agama dialog harus diperhadapkan. Tidak lagi berjalan sendiri (ignorant), eksklusif ataupun apologetis dalam beragama yang tidak menyelesaikan persoalan konflik.
Dialog namun tetap menjunjung keunikan ajaran kristenpun dibentuk.
Dialog tersebut tidak lagi mencari persamaan teologis namun persamaan dalam kehidupan bermasyarakat. berdialog namun tetap berpegang pada inti Injil yakni Finalitas Yesus.
Dialog antar agama yang demikianpun membuka jalan bagi pemeluk agama lain untuk mengenal Yesus dan dialogpun dapat menjadi sarana bagi penginjilan.
Tentunya dengan asumsi tidak akan terjadi kedamaian antar sesama sebelum berdamai dengan Allah. Konflik yang terjadiberakar pada rusaknya hubungan manusia dengan Allah. Perdamaian antar sesama sejatinya juga terlebih dahulu berdamai dengan Allah. Penginjilanpun hadir dalam motif dialog antar agama.
Mengenai penginjilan sebenarnya tidak masalah, asalkan jangan menjadi kepentingan terselebung. Motif tersebut harus siap ditelanjangi agar terjalin dialog yang baik (sejalan dengan prinsip kejelasan, kebenaran dan kejujuran), namun juga harus menerima motif yang sama dari penganut agama lain.
Mengenai hal ini tentunya dialog tidak terlepas dari
pembahasan teologis. Jika motif-motif tersebut disembunyikan justru akan
menjadi menimbulkan permasalahan yang baru. seperti bom waktu, konflikpun
lama-kelamaan akan meledak.
Di tengah keberagaman dialog seharusnya menjadikan setiap
kelompok agama terbiasa dengan perbedaan. Perbedaan mungkin mengakibatkan
ketidaknyamanan, tetapi perbedaan tersebut tidak boleh dihapus atau
disembunyikan.
Hidup dalam toleransi di tengah perbedaan harus diwujudkan.
Tidak perlu menyamakan apa yang telah berbeda ataupun menyembunyikannya.
Hiduplah dalam keberagaman dengan rasa kebersamaan.
0 komentar:
Posting Komentar