Jumat, 22 Juli 2016

Iman?

Dalam metode penginjilan, ada yang dikenal dengan EE (Evangelization Explotion). Metode ini digunakan sebagian orang kristen untuk mengajarkan mengenai kekristenan kepada penganut agama lain. Tujuan penginjilan adalah melaksanakan amanat agung, memproklamasikan Injil hingga agar orang lain mengikuti iman kristen kemudian bergabung dengan gereja lokal seperti yang diajarkan oleh Peter Wagner, misiolog dari Amerika.

Saya telah menjejaki dan belajar di beberapa sekolah teologi yang berbasis Injili, metode inipun selalu saya temui dan diajarkan disekolah-sekolah teologi tersebut.

Pertanyaan awal yang menjadi kunci membuka jalur percakapan metode ini adalah: “jika anda meninggal, apakan anda yakin masuk surga?”. Jawaban dari pertanyaan ini tentunya diharapkan "tidak" agar dapat lanjut ke pertanyaan-pertanyaan seterusnya. Jika menjawab "ya", maka buntu sudah metode tersebut.

Metode ini berusaha meyakinkan pendengar bahwa hanya Yesuslah yang memberikan jalan keselamatan. Yesus memberikan secara cuma-cuma, bukan karena kebaikan atau perbuatan saleh manusia. Hanya melalui Yesus ada kepastian keselamatan.

Metode ini bermula dari rumusan DR. James Kennedy di USA pada tahun 1962, kemudian dianggap sukses dan menjamur hingga ke Asia termasuk Indonesia.

Harapan akan kehidupan setelah kematian tentunya menghantui semua eksistensi manusia. Surga dan nerakapun diajarkan di beberapa agama untuk menjawabnya. Jika kita hidup sesuai dengan tuntutan yang diajarkan agama maka kita masuk surga, namun jika tidak maka neraka menanti.

Keselamatan yang diperoleh secara cuma-cuma diajarkan dalam kekristenan yang didasari oleh ajaran tokoh reformator, Marthin Luther. Tidak dapat dipungkiri Luther adalah seorang penafsir Alkitab yang hebat, melalui ajarannya: sola fide, sola gracia dan sola scriptura (hanya oleh iman, anugrah dan Alkitab) telah mempengaruhi kekristenan.

Namun kepastian keselamatan melalui Yesus tentunya tidak hanya didapat melalui persetujuan akal. Iman juga adalah wujud dari tindakan dan komitmen untuk melakukan kebenaran.
Iman tidak hanya berbicara mengenai keyakinan, apalagi dengan rumusan-rumusan teoritis-sistematis dan verifikatif.

Iman (pistis) dalam Alkitab Perjanjian Baru berarti: kepercayaan, kesetiaan, keterlibatan dan komitmen. Dalam bahasa latin dikenal juga dengan kata credo yang berasal dari kata cor do.

Credo ut intellegam”, perkataan bapa gereja, Anselmus, yang sering diterjemahkan aku percaya maka aku mengerti. Cor do tersebut berarti aku berikan hatiku. Kata ini tidak menggambarkan persetujuan akal namun juga komitmen etis kepada Allah yang menuntun pada praksis nyata.

Di dalam Markus 10 menceritakan mengenai seorang muda dan kaya datang kepada Yesus. Ia bertanya mengenai perbuatan apa yang harus dilakukannya untuk memperoleh hidup yang kekal. Dituliskan bahwa pemuda tersebut telah melaksanakan hukum taurat, namun ada satu tuntutan Yesus yang sulit dilakukannya, yakni menjual hartanya kemudian berikanlah kepada orang-orang miskin. Tuntutan tersebut membuat pemuda tersebut pergi dengan kecewa.

Iman tidak hanya syarat bagi kehidupan setelah kematian, iman hadir bukan saja diiringi dengan motif keselamatan yang akan datang, iman itu nyata dalam keseharian.

Yesus di dalam Injil meminta para murid untuk berkomitmen terlibat dalam misinya. Keberpihakan dan juga solidaritas kepada mereka yang lemah, miskin dan tertindas merupakan nilai-nilai yang tak dapat dikesampingkan. Memberi makan mereka yang lapar, mengesampingkan kepentingan diri dan rasa berhak mereka, melawan sistem yang korup, hadir bersama mereka yang terpinggirkan merupakan praksis nyata yang Yesus lakukan.


Bahkan ada kisah yang sangat sering didengar, orang Samaria yang baik hati, dia (orang Samaria) yang justru diambil contoh oleh Yesus mengenai penegakkan praksis iman yang benar. Orang Samaria, diakui pada zamannya, merupakan orang-orang yang memiliki kepercayaan yang salah. Namun, Yesus tidak mengambil contoh melalui mereka pemeluk kepercayaan yang “benar”.

Pemberitaan Injil yang didasari motif surga dan neraka sebaiknya juga didasari atas keperihatinan yang nyata saat ini. Selain motif surga dan neraka sebaiknya orang kristen juga ingat, ada teman-teman papua baru-baru ini didiskriminasikan, kekayaan alam papua tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat disana, kebijakan-kebijakan pemerintah yang seringkali merugikan rakyat, perampasan tanah, kesenjangan sosial yang menjadi-jadi, dan permasalahan sosial lainnya.

jika kekristenan yang mengaku beriman namun melupakan terhadap masalah-masalah yang nyata di keseharian, maka perlu dipertanyakan, iman yang mana?

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery