Selasa, 05 Juli 2016

Transformasi individu atau transformasi sosial?


 



Di zaman dimana manusia meninggikan uang di atas segalanya teuntunya kemanusiaanpun terabaikan. Manusia hanya menjadi makhluk ekonomi dan bisa disamakan dengan binatang. Keserakahan manusia akan uang seakan telah menjadi natur yang tak bisa disangkali apalagi disokong dengan sistem dunia yang meninggikan hak-hak pribadi.
 

Dengan sistem globalisasi saat ini justru sulit kita menemukan solusi atas masalah-masalah sosial di dunia sekarang. Kesenjangan sosial justru semakin nyata. Tidak jarang di media sosial ditampilkan orang kelaparan di belahan bumi lain tetapi ada orang yang berlimpah kekayaan di belahan bumi lainnya.
 

Apakah globalisasi adalah biang keladi masalah-masalah sosial ini? Bisa jadi dan banyak para ahli berpendapat demikian.
Tetapi di satu sisi globalisasi dapat menjadi kendaraan penginjilan. “Globalisasi bukanlah ancaman tetapi kesempatan”, katanya.
 

Globalisasi dapat membuka jalan bagi transformasi individu-individu yang belum mengenal Allah. Melalui transformasi individu dapat meredam keganasan globalisasi. Transformasi sosial dapat terjadi jika didahului oleh transformasi individu.
 

Apakah memang transformasi individu-individu itu begitu hebatnya sehingga dapat meredam keganasan globalisasi?
 

Manusia sekalipun telah percaya Yesus dan percaya akan penebusan dosa yang dikerjakan Yesus tetapi dia tetap adalah pendosa. Tidak mungkin ada manusia yang dapat betul-betul suci ketika ada di dunia selain Yesus. “Simul justus et peccator”, kata tokoh reformasi kristen, Marthin Luther. Di saat yang sama kita dibenarkan, kita juga pendosa.
 

Dalam kisah umat Israel dalam Perjanjian Lamapun terlihat bagaimana perjuangan umat Allah untuk hidup sesuai dengan tuntutan Taurat. Kehidupan sosial yang Allah inginkan tidak tercermin dalam kehidupan umat pilihan Allah. Allah telah menetapkan aturan kehidupan tetapi sering diabaikan oleh umatNya.
 

Transformasi individu belum tentu dapat serta merta sejalan dengan transformasi sosial. Penginjilan yang dilakukan bukanlah satu-satunya solusi ketidakbiadaban globalisasi. Justru tanpa kepedulian sosial, penginjilan hanyalah tindakan proselitisasi.
 

Selain dari individu-individu yang di transformasi perlu juga transformasi sosial secara struktural. Struktur ekonomi politik di masyarakat seharus juga mempertimbangkan akan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh umat manusia.
 

Bukankah perombakan struktur ekonomi politik akan mengkondisikan kehidupan individu-individu di masyarakat? Namun dengan demikian globalisasi bukanlah lagi kesempatan tetapi ancaman.
 

Perubahan struktural ini diperlukan pula usaha dari individu-individu tetapi bedanya usaha ini terbebas dari apapun latar belakang kepercayaannya asalkan ia mempunyai cita-cita yang sama yakni mewujudkan masyarakat adil.
 

Allah melaksanakan misinya di dunia tentunya tidak hanya sebatas melalui gereja tetapi juga dapat melalui seluruh umat manusia. Allah dalam Perjanjian Lama telah menceritakan bangsa yang dikategorikan kafir justru menjadi alat Allah untuk melaksanakan misiNya di tengah dunia.
 

Memang keadilan dan kesetaraan itu hanyalah harapan semu, gombalisasi, katanya, tetapi apakah dengan demikian kita membiarkan ketidakadilan merajai? Memang keadilan dan kesetaraan itu hanya ada di pemerintahan Allah yang akan datang tetapi Allah pun menuntut kita untuk memperjuang nilai-nilai kerajaan Allah tersebut di masa kini.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery